Women Research Institute

Promoting women leadership and inclusive,
gender-based, and sustainable natural resource governance

Hampir setiap tahun dalam 18 tahun terakhir terjadi kebakaran hutan di Kota Pekanbaru yang asapnya memenuhi udara di kota dan sudah berstatus ‘sangat berbahaya’ (tingkat Indeks Standard Pencemaran Udara/ISPU lebih besar dari 400) bagi kehidupan manusia, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan/ibu hamil dan anak-anak. Hampir setiap tahun pula tindakan penanganan darurat yang disediakan pemerintah Kota Pekanbaru maupun Pemerintah Pusat masih belum mencukupi untuk dapat melindungi kesehatan masyarakat (perempuan/ibu hamil dan bayi, balita, anak-anak). Selama ini perempuan dan anak-anak terpaksa menghirup kabut asap secara intensif tanpa alat pelindung (masker N95) ataupun rumah pengungsian yang layak apabila terjadi kebakaran hutan. Anak-anak terpaksa tidak berangkat ke sekolah berminggu-minggu lamanya, karena ruangan kelas tidak dilengkapi dengan ruangan ber-AC dan air purifier.

Kebakaran hutan merupakan salah satu permasalahan lingkungan terbesar di Indonesia, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2014, Provinsi Riau menjadi penyumbang titik api terbanyak dalam peristiwa kebakaran hutan. Sebagai gambaran, empat kabupaten di Provinsi Riau yakni Bengkalis, Rokan Hilir, Pelalawan, dan Siak menyumbang 52% titik api dari keseluruhan titik api di seluruh Indonesia. Sedangkan perkiraan luas hutan yang mengalami deforestasi adalah 373.373 hektar.

Permasalahan kebakaran hutan yang menimbulkan berbagai dampak ekonomi, kesehatan, dan lingkungan terhadap masyarakat setempat ternyata berdampak paling besar terhadap perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan dianggap sebagai mengemban tanggung jawab domestik, sehingga segala hal yang berdampak pada keberlangsungan keluarga menjadi tanggung jawab perempuan.

Permasalahan kebakaran hutan yang melanda Indonesia tiap tahun selama dua dekade terakhir tidak hanya menjadi sorotan dunia internasional, namun juga menjadi bencana yang menyebabkan deforestasi dalam skala besar. Peristiwa kebakaran hutan yang terjadi pada Maret 2014 di Provinsi Riau menjadi penyumbang titik api terbanyak, dengan empat kabupaten yakni Bengkalis, Rokan Hilir, Pelalawan, dan Siak sebagai penyumbang 52% titik api dari keseluruhan titik api di Indonesia. Peristiwa kebakaran tersebut tentu berdampak hebat kepada warga setempat yang tinggal di sekitar lokasi konsesi hutan yang mayoritas menjadi titik api. Seringkali dengan alasan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah Indonesia memberikan hak kelola kepada perusahaan-perusahaan besar swasta melalui pemberian izin kelola puluhan tahun (berkisar antara 20-55 tahun),  yang akhirnya justru merusak hutan dan tidak mengindahkan hak warga desa. Namun demikian, selama ini belum ada penelitian mengenai partisipasi publik dalam pengelolaan hutan dan proses konsesi hutan di Indonesia, terutama terkait dengan persoalan gender.

Women Research Institute (WRI) telah menyelesaian program penelitian mengenai Gender dan Konsesi Hutan atas dukungan World Resource Institute. Program penelitian ini juga bekerjasama dengan organisasi di Riau seperti Perkumpulan Bunga Bangsa, Riau Women Working Group, Jikalahari, dan Scale Up.


Penelitian ini dilatarbelakangi oleh persoalan kehutanan di Provinsi Riau yang telah menjadi salah satu masalah lingkungan serius di Indonesia. Penelitian ini melihat sejauh mana masyarakat sebagai penerima manfaat dilibatkan secara aktif dalam proses pemberian izin konsesi hutan dan melihat bagaimana bentuk-bentuk partisipasi formal dan informal masyarakat dalam konsesi dan pengelolaan hutan di Kabupaten Siak dan Pelalawan, Riau. WRI melakukan analisis gender terhadap kebijakan pengelolaan hutan dan partisipasi masyarakat terkait konsesi hutan.

Women Research Institute (WRI) saat ini sedang menjalankan program pelatihan advokasi berbasis data untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam upaya mengatasi permasalahan konsesi hutan. Pelaksanaan program pelatihan ini didukung oleh Global Forest Watch yang berada di bawah World Resource Institute. Program pelatihan ini akan dilaksanakan di dua kabupaten di Provinsi Riau, yakni Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan sebagai tindak lanjut dari penelitian WRI sebelumnya mengenai Gender, Transparansi, dan Partisipasi dalam Perizinan Konsesi.


Melalui penelitian sebelumnya, WRI mendapatkan temuan bahwa perempuan banyak mengambil peran dalam pengelolaan lingkungan dan lahan namun seringkali tidak dilibatkan dalam pertemuan–pertemuan yang membahas mengenai pengambilan keputusan terkait pengelolaan lingkungan dan lahan. Warga masyarakat perempuan jarang memperoleh informasi langsung, padahal perempuan justru merasakan dampak langsung dari keputusan yang diambil.